MATERI KHUTBAH 2008

kanggoang nyadur
Rabu, 27 Februari 08


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Khutbah yang Pertama

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!

Marilah kita senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan cara senantiasa menjalankan setiap perintah Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan-Nya dan larangan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bentuk konsekwensi mahabbah dan kecintaan kepada keduanya. Selalu berharap surga dan merasa takut terhadap adzab dan siksa-Nya. Kita senantiasa interopeksi diri dan muhasabah (interopeksi) terhadap amalan yang telah kita lakukan. Dengan itu kita akan memiliki perhitungan dan tolak ukur yang jelas, sudahkah diantara kita telah membekali diri dengan bekal yang baik untuk menghadapi perhitungan Allah subhanahu wata’ala di saat tidak akan ada lagi pertolongan melainkan pertolongan-Nya. Dan pada saat itu harta dan anak keturunan seseorang tidak akan berharga di sisi-Nya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيه لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ ُيُغْنِيه

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 37)

. يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (الشعراء: 88-89)

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. asy-Syu’ara: 88-89)

Semoga kita yang hadir di majelis ini termasuk orang-orang yang akan mendapatkan pertolongan, perlindungan dan penjagaan dari Allah subhaanahu wata’ala. Baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Pada hekekatnya manusia dihadapan Allah ta’ala akan selalu berada dalam dua keadaan dan kondisi yang saling bertolak belakang, ada di antara mereka yang mukmin dan ada yang kafir, ada di antara mereka yang memiliki kecondongan berbuat kebaikan dan sebaliknya ada yang memiliki kecondongan berbuat maksiat, ada di antara mereka yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain dan ada yang justru sebaliknya, selalu melakukan kejahatan dan kedzaliman tersaudara saudaranya sesama muslim.
Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. at-Taghabun: 02)

Demikianlah di hadapan manusia akan selalu ada dua kondisi ini. Kebaikan dan kejelekan, keselamatan dan kebinasaan, jalannya orang-orang mukmin dan jalannya orang-orang tidak mu’min, maka barangsiapa yang ingin melihat apakah dia berada di antara dua kondisi ini, maka seharusnya dia melihat perkataan dan perbuatannya.

Hanya saja jalan manusia menuju akhirat hanyalah satu. Sedangkan jalan yang berbelok-belok, bercabang dan penuh dengan kesesatan begitu banyaknya, di mana tak satu pun dari jalan tersebut kecuali padanya terdapat setan yang menyeru kepadanya.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah membuat garis lurus dan membuat garis-garis di kanan kirinya, yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Imam Ahmad bersumber dari Ibnu Mas’ud, beliau selanjutnya membaca firman Allah Ta’ala,

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. al-An’am: 153)

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Jika kita perhatikan dan kita cermati secara seksama apa yang terjadi dan dilakukan oleh mayoritas kaum muslimin, semakin hari kondisi mereka semakin memprihatinkan, mereka nampak telah kehilangan jati dirinya. Hal ini membuat kita prihatin dan selalu wamas diri agar kita tidak termasuk dari golongan mereka yang telah melampaui batas.

Sekian bentuk kesyirikan, kedhaliman, kejahatan, kemaksiatan dengan segala coraknya selalu kita temui dan lihat di sekitar kita. Diantara kaum muslimin sudah tidak bisa lagi menghargai nyawa seseorang, tidak bisa menghargai harta orang lain, dan bahkan tidak bisa menghargai kehormatan manusia, padahal itu semua telah dilindungi oleh Islam. Itu semua terjadi karena mereka telah meninggalkan agama yang hanif ini, menuruti hawa nafsu dan terpedaya, tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia. Bagaimana tidak, seorang wanita melahirkan anak tanpa diketahui siapa suaminya, seorang anak lahir tanpa diketahui siapa bapaknya, seorang bapak tega-teganya menzinai anaknya, aborsi terjadi di mana-mana, pergaulan lawan jenis dan perselingkuhan serta segala bentuk perzinahan menjadi pemandangan yang wajar dan tidak tabu, di tambah lagi segala bentuk tayangan media masa baik cetak mapun elektronik ikut melengkapi kerusakan ini dengan dalih seni dan melindungi hak asasi manusia.

Padahal 14 abad silam, Islam telah datang dengan ketentuan dan aturan sehingga kehidupan manusia bisa seimbang dan aman.
Allah Ta’ala berfirman,

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

”Itulah larangang Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” (QS. al-Baqarah: 187)

Ma'asyiral Muslimin, ini semua terjadi karena kebanyakan kaum muslimin telah diperbudak oleh hawa nafsunya dan terpedaya dengan tipu daya iblis laknatullahi ‘alaihi.
Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآأُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَارَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis berkata:"Ya Rabbku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. al-Hijr: 39)

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“Iblis menjawab:"Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan merreka semuanya, (QS. 38:82) kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.” (QS. Shad: 82-83)
Rasulullah bersabda,

إن الشيطان قعد لابن آدم بأطرقه ( رواه أحمد في مسنده)

“Sesungguhnya syetan selalu berupaya menggoda anak cucu Adam dengan segala cara.” (HR. Ahmad di dalam musnadnya)

Demikianlah fitnah syahwat dan tipu daya iblis telah menjerumuskan manusia sehingga keluar dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya dari sejak kejadian Nabi Adam alaihis salam hingga akhir zaman nanti dengan segala bentuk cara.

Maka seharusnya kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian umat terdahulu. Umat Nabi Nuh yang Allah telah tengelamkan, kaum Nabi Hud yang telah Allah hancurkan, kaum Tsamud yang telah Allah timpahkan gempa bumi, kaum Nabi Luth, yang telah hancurkan berantakan, negeri Fir’aun yang telah adzab dengan angin kencang, Allah kirimkan darah, belalang, dan katak Mereka semua telah Allah adzab dalam bentuk yang bermacam-macam karena sebab kemasiatan yang telah mereka lakukan.

Allah Ta’ala telah memberikan peringatan,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. al-Baqarah: 187)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ


Khutbah yang kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وبعد,

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Marilah kita menengok ke belakang bagaimana para as-Salafus Shalih, sebagai generasi terbaik setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, bersikap dalam menyikapi kemaksyiatan dan dosa yang mungkin akan menimpa kepada siapa saja.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shahih, diceritakan sebagian para sahabat meneteskan air mata, manakala mengingat akhir hayatnya, ditanyakan kepadanya kenapa sampai demikian, salah seorang diantara mereka menjawab: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda,

إن الله تعالي قبض خلقه قبضتين، فقال: هؤلاء في الجنة وهؤلاء في النار، ولا أدري في أي القبضتين كنت؟

“Sesunggunya Allah Ta’ala menggenggam penciptaannya dalam dua genggaman,lalu beliau bersabda, diantara mereka berada di surga dan diantara mereka yang lain di neraka, dan aku tidak tahu aku akan berada dalam genggaman yang mana.”
Hudzaifah bin Yaman berkata,

كان الناس يسألون رسول الله عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني

"Dahulu para sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik mengatakan,

إنكم لتعملون أعمالا هي أدق في أعينكم من الشعر إن كن لنعدها على عهد رسول الله من الموبقات يعني المهلكات

"Sungguh kalian akan melakukan sebuah amalan yang kalian sangka lebih ringan dari sehelai rambut, padahal kami pada zaman Rasulullah menganggapnya sebagai amalan yang membinasakan.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Ibn Mas'ud mengatakan,

إن المؤمن يري ذنوبه كأنه قاعد تحت جبل يخاف أن يقع عليه، وإن الفاجر يري ذنوبه كذباب مر على أنفه

“Sesungguhnya seorang mu'min melihat (menyikapi) dosanya seolah-olah dia sedang duduk di bawah sebuah gunung yang akan nyaris menimpanya. Dan sesungguhnya orang fajir melihat dosanya ibarat lalat yang hinggap di hidungnya, sekali kibas ia akan terbang." (HR. al-Bukhari dan Tirmidzi)

Bilal bin Sa'id pernah berkata, "Janganlah engkau melihat kecilnya dosa, akan tetapi lihatlah siapa yang engkau maksiati."

Demikianlah keutamaan mereka para salafus shaleh, selalu khawatir dan was-was terhadap kemaksiatan, dosa dan akhir hayat kehidupannya, tentunya kita yang hadir di majlis yang mulia ini lebih dari itu, disebabkan dosa-dosa dan kemaksiatan yang senantiasa kita lakukan. Namun demikian yang ada justru sebaliknya, kita selalu merasa aman dengan makar Allah Subhaanahu wa Taala, merasa aman dari adzabnya padahal Allah Subhaanahu wa Taala berfirman,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلاَيَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 99)

al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan, “Sesungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan syaithan akan menguatkannya, maka berkumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh pada akhir hidup yang tidak baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah bagi orang yang beriman untuk berhati-hati atas keterikatan dan ketergantungan dengan sesuatu yang terlarang. Selayaknya hati, lisan dan anggota tubuhnya selalu mengingat Allah Ta’ala, dan menjaga diri supaya selalu dalam ketaatan kepada-Nya dalam kondisi dan situasi apapun. Iman seseorang akan bertambah dengan ketaatan dan akan berkurang dengan kemaksiatan.

Maka mulai detik ini marilah kita bertaubat kepada Allah . Kembali ke jalan yang diridhai-Nya dan janganlah kita menjadi orang-orang yang menyesal dikemudian hari sebagaimana yang telah termaktub di dalam firman-Nya,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَاكُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

"Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan peringatan itu niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala."(QS. Al-Mulk: 10)

Akhirnya semoga kita termasuk orang-orang yang bertaqwa dengan mengamalkan setiap perintah dan menjauhi segala larangannya, menjauhi segala bentuk maksiat atau dosa baik yang kecil atau yang besar. .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

(Oleh: Abu Farwah)

Artikel : ALSOFWAH.OR.IDRizki Hanyalah Hak Allah
Kamis, 03 Januari 08


الحمد لله الذي هدانا للإسلام وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله
الحمد الله الذي يبسط الرزق لمن يشاء من عباده ويقدر، ويحيط علما بما يظهره العبد وما يضمر، الكريم الرحمن الذي يقبل التوبة عن عباده فيمحو الزلل ويغفر، نحمده سبحانه ونشكره، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له.....................................
وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله بلغ الرساله وأدى الأمانة ونصح للأمة وجاهد في الله حق جهاده.

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Marilah kita selalu menumbuhkan dan menjaga rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia anugerahkan kepada kita, sehingga kita bisa menunaikan rangkaian ibadah shalat Jum’at dengan berjama’ah. Dan marilah kita juga senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kwalitas ketaqwaan kita, yaitu ketaqwaan yang dibangun atas dasar mengharap keridhaan Allah Ta'ala dan bukan keridhaan manusia, ketaqwaan yang dilandasi karena ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah Rasulullah, dan ketaqwaan yang dibuktikan dengan amal perbuatan dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, karena mengharap rahmat Allah Ta'ala dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam karena takut terhadap adzab dan siksa Allah Ta’ala.
Thalq bin Habib rahimahullah, seorang tabi’in pernah menuturkan:


التقوي: أن تعمل بطاعة الله على نور من الله، ترجو رحمة الله، وأن تترك معصية الله على نور من الله، تخاف عذاب الله.

Beliau menggambarkan bahwa, ”Taqwa adalah engkau mengamalkan ketaatan di atas cahaya dari Allah, engkau mengharapkan rahmat-Nya. Engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allah, di atas cahaya Allah, engkau takut terhadap siksa-Nya.”
Demikianlah ketaqwaan ini harus tumbuh dalam jiwa setiap muslim, sehingga akan lahir dan muncul pribadi-pribadi muslim yang istiqamah dan komitmen terhadap agamanya, serta dapat membentuk satu keluarga dan komunitas masyarakat yang Islamy, yaitu masyarakat yang terbina dan berjalan di atas manhaj dan jalan yang lurus dan benar.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Terhadap golongan yang demikian Allah Ta’ala telah memberikan khabar gembira dan janji yang agung. Sebagaimana yang termaktub di dalam
surat an-Nahl ayat 97, Allah Ta’ala berfirman:


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:"Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia). dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (di akhirat kelak)" (Q.S an-Nahl: 97).
Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalhah, Ikrimah dan Wahab bin Munabbih dan selainnya dari kalangan Shahabat radhiyallahu ‘anhum pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ketika memberikan penjelasan terhadap ayat tersebut, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik di dunia adalah Allah akan memberikan rizki yang halal dan baik, timbulnya rasa qana'ah (perasaan cukup) dengan apa yang telah Allah anugerahkan dan karuniakan, serta mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dalamnya.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberikan penegasan sebagaimana yang termaktub dalam hadits riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


إن الله لايظلم مؤمنا حسنة يعطى بها في الدنيا، ويجزى بها في الآخرة. وأما الكافر فيطعم بحسنات ما عمل لله تعالى في الدنيا حتي إذا أفضى إلى الآخرة لم يكن له حسنة يجزى بها

”Sesungguhnya Allah tidak akan mendhalimi kebaikan seorang mukmin, dengan kebaikan itu ia akan diberi rizki di dunia dan diberi balasan diakhirat. Adapun orang kafir maka dengan kebaikan-kebaikan amal yang ia kerjakan karena Allah, ia diberi rizki di dunia, sehingga ketika ia memasuki akhirat ia tidak memiliki satu kebaikan yang harus dibalasnya karenanya.” (HR. Muslim).
Dengan demikian seorang mukmin yang senantiasa berada di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu 'alaihi wasallam dia akan mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat yang abadi. Sebaliknya bagi orang kafir dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka, meskipun di dunia juga Allah berikan kenikmatan, namun di akherat kelak ia akan mendapatkan kehidupan yang sempit. Sebagaimana firman-Nya,


وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

”Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. 20:124)

Demikianlah janji-janji Allah Ta’ala dan bentuk ancaman dan peringatan-Nya, agar kita selalu hati-hati dan mawas diri sehingga Allah tidak murka dan menimpahkan segala bentuk cobaan dan musibah karena disebabkan perbuatan kita sendiri.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Berkaitan dengan permalahan rizki yang telah Allah Ta’ala tentukan dan anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus menjadi keyakinan seorang muslim, diantaranya:
Manakala aqidah ahlus sunnah wal jama’ah telah menyakini bahwa diantara sifat fi’liyah yang dimiliki Allah Subhaanahu wa ta'ala dan menujukkan kesempurnaan rububiyah-Nya adalah Allah Ta’ala sebagai Dzat satu-satunya Pemberi Rizki kepada setiap makhluk, Dia sendiri yang telah menentukannya sesuai dengan kadar masing-masing sejak 50 ribu tahun sebelum bumi diciptakan, kemudian ketentuan ini ditulis oleh malaikat sejak manusia berada di dalam kandungan ibunya pada 40 hari ke 4, sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sebuah hadit riwayat Imam Muslim, maka termasuk konsekwensi iman terhadap qadha dan qadar Allah Ta'ala bagi setiap muslim dalam masalah ini adalah, dia harus menyakini bahwa segala bentuk rizki, baik yang datang dari langit maupun buminya, dalam bentuk harta dan anak, rumah, perkebunan, sehat dan tentram telah Allah tentukan bagi setiap hamba-Nya, bahkan kepada binatang melata pun telah Allah Ta’ala berikan bagiannya. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَامِن دَآبَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. 11:6)
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,


إن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها ، فاتقوا الله وأجملوا في الطلب

"Sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal dunia sampai ia sudah meraih seluruh bagian rizkinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan lakukan cara yang baik dalam mencari rizki." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani)

Dengan demikian setiap kebaikan dan setiap bentuk dan kadar rizki setiap makhluk telah Allah tentukan, tidak ada seorang pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan tersebut. Sebagaiman yang demikian telah merusak keyakinan sebagian kaum muslimin, sehingga mereka terjerumus dalam sekian bentuk kesyirikan, mereka mendatangi tukang ramal, mencari hari baik dan mujur, mengarahkan bangunan rumah-rumah mereka ke arah tertentu bahkan melakukan dan mengadakan ritual-ritual tertentu dengan keyakinan agar mendapatkan rizki yang banyak. Na’udzubillahi min dzalik.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Di antara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam masalah rizki juga, bahwa Allah Ta'ala telah membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang terhadap lainnya berkaitan dengan rizki dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali dengan nasab dan keturunan, warna kulit, kedudukan, kehormatan, kepandaian, bahkan keta'atan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah Ta'ala memberikan nikmatnya kepada seluruh makhluknya untuk suatu hikmah dan tujuan yang Allah ketahui dan kehendaki.
Sehingga dengan demikian ada sebagian di antara manusia yang mendapatkan harta yang cukup atau bahkan melimpah ruah dan sebagian yang lain justru sebaliknya, serba kekurangan dan menghadapi kesulitan hidup.
Dalam hal Allah Ta'ala telah menegaskan sebagaimana firman-Nya,


وَاللهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَآدِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَامَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَآءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللهِ يَجْحَدُونَ

”Dan Allah telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” (QS. 16:71)

Namun yang terjadi, betapa banyak orang yang telah Allah Ta'ala karuniakan rizki yang melimpah, kedudukan yang berada, keluarga terhormat dan terpandang di masyarakat, namun mereka tidak mendapatkan dan merasakan sedikitpun nilai suatu kebahagian hidup di dunia sama sekali apalagi di akhirat karena mereka telah jauh dari tuntunan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallaahu 'alaihi wasallam. Sebaliknya betapa banyak orang yang berkehidupan serba kekurangan dan pas-pasan, namun mereka justru dapat merasakan kebahagiaan dengan keadaan yang telah ditentukan oleh Allah Ta'ala terhadapnya karena ketaqwaan, kesabaran, rasa tawakkal, dan qana'ah yang mereka miliki serta khusnudhan mereka terhadap Allah Ta'ala.
Mereka merasa telah mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan ini semua merupakan sebab-sebab mereka mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Apa yang menjadi rahasia di balik ini semua ma'asyiral muslimin….?? Sesungguhnya rizki yang haqiqiy adalah hati yang terhiasi dengan keimanan dan perasaan cukup dengan apa yang telah AllahTa'alaanugerahkan. Sehingga seseorang merasa mendapat kebaikan dan merasakan kebahagiaan di dunia sebelum akhiratnya. Oleh karena itulah suatu ketika Umar bin Khathab pernah menulis
surat kepada Abu Musa al-Asy'ari, dan beliau mengatakan kepadanya,


واقنع برزقك من الدنيا فإن الرحمن فضل بعض عباده على بعض بالرزق

"Merasa cukuplah dengan rizkimu di dunia, sesungguhnya Allah Ta'ala telah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezki"

Maka manakala Allah Ta'ala menginginkan terhadap hamba-Nya satu kebaikan dan kebahagiaan, maka Allah Ta'ala akan memberikan keberkahan dan mencatat baginya kebaikan dalam menggunakan segala bentuk kenikmatan dan mendapatkan keberkahan pada hartanya, keberkahan dalam keluarganya, dan keberkahan dalam setiap keadaan dan urusannya. Kalau sudah demikian tidak ada seorangpun yang dapat menutup segala keberkahan tersebut. Sebaliknya jika Allah Ta'ala menghendaki sebaliknya maka tak akan ada seorangpun yang dapat memberikan keberkahan. Maka yang menjadi ukurannya adalah keberkahan dan inilah rizki yang hakiki. Bagaimana Allah Ta'ala dengan kekuasaan-Nya menjadikan yang sedikit menjadi banyak, dan yang kecil menjadi besar. Dan jika Allah Ta'ala menghendaki demikian, maka Allah Ta'ala akan membukakan dan memudahkan kepada seseorang mendapatkan sebab dan jalan pintu-pintu keberkahan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


مَّايَفْتَحِ اللهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلاَ مُمْسِكَ لَهَا وَمَايُمْسِكْ فَلاَ مُرْسِلَ لَهُ مِن بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu.Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. 35: 2)

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Keyakinan berikutnya adalah, bahwa rizki yang telah Allah Ta'ala anugerahkan kepada kita seharusnya kita jadikan sebagai washilah dan sarana untuk mendekatkan diri dan menjaga ketaatan kita kepada Allah Ta'ala dan bukan justru sebaliknya.
Syaikhul Islam Taqiyuddin rahimahullah pernah menuturkan,


إنما خلق الله الخلق ليعبدوه، وإنما خلق الرزق لهم ليستعينوا على عبادته،

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mencipatakan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Nya, dan menciptkakan rikzi untuk mereka hanyalah agar dengannya dapat membantu mereka dalam beribadah kepada-Nya.”

Dengan demikian pada hakekatnya, apa yang telah Allah Ta'ala anugerahkan bukan untuk kesenangan dan permainan yang telah diharamkan oleh Allah Ta'ala Rasul-Nya sehingga dapat melalaikan akherat. Bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan ketika Allah Ta'ala meminta pertanggungjawaban harta tersebut di hari kiamat kelak..? wallahu musta’an.
Banyak kita temukan ayat-ayat al-Qur’an yang yang menunjukkan bahwa maksud terpenting Allah Ta'ala menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya adalah agar denga sarana rizki tersebut seorang hamba dapat beribadah kepada Allah Ta'ala.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Adapun syubhat perasaan yang sering terlintas dalam benak mayoritas kaum Muslimin adalah bahwa Allah Ta'ala telah banyak memberikan kemudahan dan kelapangan rizki kepada orang-orang yang pada hakekatnya jauh dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya, pelaku maksiat, bahkan orang-orang dari kalangan non muslim, dan sebaliknya kaum Muslimin justru dalam keadaan serba kekurangan, kelaparan, menderita dan lain sebagainya.
Maka sikap seorang muslim yang benar, dia harus meyakini bahwa ini semua adalah merupakan bentuk ujian dan cobaan dari Allah subhaanahu wa Ta'ala bagi orang-orang yang masih memiliki rasa keimanan kepada-Nya!! Dan sesungguhnya ketika Allah Ta'ala memberikan rizki kepada setiap hamba-Nya, maka yang demikian tidaklah pasti menunjukkan kecintaan Allah Ta'ala dan ridha kepadanya.
Allah Ta'ala telah tegaskan dalam berfirman:


وَمَنْ كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلىَ عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

"Dan kepada orang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali". (QS. 2:126)

Maka terkadang Allah Ta'ala memberikan rikzi kepada orang-orang yang jahat lebih banyak daripada orang-orang yang baik. Dan memberikan rizki kepada orang-orang kafir berlipat ganda dan keadaan kaum Muslimin pada mayoritasnya justru sebaliknya. Allah Ta'ala berfirman,


وَكَمْ أَهْلَكْنَا قَبْلَهُم مِّن قَرْنٍ هُمْ أَحْسَنُ أَثَاثًا وَرِءْيًا

“Berapa banyak umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (QS. 19:74)

Marilah kita renungkan sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bersumber dari 'Uqbah bin Amir , Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,


إذا رأيت الله يعطي العبد من الدنيا، وهو قائم على معصية الله فاليخذر فإنما هو استدراج

"Seandainya kamu melihat Allah ta'ala menganugerahkan nikmat dunia kepada seorang hamba, sementara dia pelaku maksiat, maka ketahuilah bahwa yang demikian hanyalah istidraj dari Allah"
Kemudian beliau membaca ayat:


فَلَمَّا نَسُوا مَاذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَآأُوتُوا أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. 6:44)


فَأَمَّا اْلإِنسَانُ إِذَا مَاابْتَلاَهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ {15} وَأَمَّآ إِذَا مَاابْتَلاَهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

“Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata:"Rabbku telah memuliakanku". (QS. 89:15) Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata:"Rabbku menghinakanku". (QS. 89:16)

Akhirnya marilah kita selalu berhusnuzh-zhan, berprasangka baik kepada Allah Ta'ala dalam situasi dan kondisi apapun, ketika kita mendapatkan nikmat kita bersyukur, sebaliknya ketika kita mendapatkan musibah dan cobaan kita-pun bersabar untuk tujuan yang lebih agung yaitu kebahagiaan di akhirat.
Sahabat Jabir bin Abdullah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tiga hari sebelum beliau wafat sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim, beliau bersabda,


لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل (رواه مسلم)

“Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal, melainkan dia dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla,” (HR. Muslim)


أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين من كل ذنب فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.


Khutbah yang kedua


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وبعد,


Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Kendatipun rizeki seseorang telah ditetapkan semenjak manusia berada di dalam perut ibunya. Namun tidak ada seorang manusia pun yang mengetahui pendapatan rizki yang akan ia peroleh pada setiap harinya, ataupun selama hidupnya. Ini semua tentu mengandung hikmah sesuai dengan kehendak Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman,


وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

"Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia usahakan. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Lukman: 34)

Dengan demikian seorang muslim disyari'atkan dan dituntut selayaknya tetap mencari sebab-sebab sehingga AllahTa'ala akan memberikan rizki kepadanya, dengan cara berusaha secara maksimal untuk mencari rizki yang halal dan baik, dan menjahui hal-hal yang haram, sehingga keberkahan ada di dalamnya dengan senantiasa menumbuhkan perasaan syukur kepada Allah Ta'ala, sabar serta tawakkal terhadap segala ketentuan Allah Ta'ala, menjaga ketaqwaan kepada-Nya, membiasakan bersedekah, menyambung silaturrahim, dan senantiasa berdo'a dan meminta hanya kepada Allah Ta'ala serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan perbuatan dosa, karena kemaksiatan dapat menyempitkan dan mengurangi rizki seseorang dan keberkahannya. Sebagaimana hal ini banyak termaktub di dalam al-Qur'an dan hadits Nabi di dalam banyak tempat.


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين


(Oleh: Ust. Khusnul Yaqin)

Artikel : ALSOFWAH.OR.IDRizki Hanyalah Hak Allah
Kamis, 03 Januari 08


الحمد لله الذي هدانا للإسلام وما كنا لنهتدي لولا أن هدانا الله
الحمد الله الذي يبسط الرزق لمن يشاء من عباده ويقدر، ويحيط علما بما يظهره العبد وما يضمر، الكريم الرحمن الذي يقبل التوبة عن عباده فيمحو الزلل ويغفر، نحمده سبحانه ونشكره، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له.....................................
وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله بلغ الرساله وأدى الأمانة ونصح للأمة وجاهد في الله حق جهاده.

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Marilah kita selalu menumbuhkan dan menjaga rasa syukur kepada Allah Ta’ala atas segala nikmat dan karunia yang telah Dia anugerahkan kepada kita, sehingga kita bisa menunaikan rangkaian ibadah shalat Jum’at dengan berjama’ah. Dan marilah kita juga senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kwalitas ketaqwaan kita, yaitu ketaqwaan yang dibangun atas dasar mengharap keridhaan Allah Ta'ala dan bukan keridhaan manusia, ketaqwaan yang dilandasi karena ilmu yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah Rasulullah, dan ketaqwaan yang dibuktikan dengan amal perbuatan dengan cara menjalankan setiap perintah Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam, karena mengharap rahmat Allah Ta'ala dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam karena takut terhadap adzab dan siksa Allah Ta’ala.
Thalq bin Habib rahimahullah, seorang tabi’in pernah menuturkan:


التقوي: أن تعمل بطاعة الله على نور من الله، ترجو رحمة الله، وأن تترك معصية الله على نور من الله، تخاف عذاب الله.

Beliau menggambarkan bahwa, ”Taqwa adalah engkau mengamalkan ketaatan di atas cahaya dari Allah, engkau mengharapkan rahmat-Nya. Engkau meninggalkan kemaksiatan kepada Allah, di atas cahaya Allah, engkau takut terhadap siksa-Nya.”
Demikianlah ketaqwaan ini harus tumbuh dalam jiwa setiap muslim, sehingga akan lahir dan muncul pribadi-pribadi muslim yang istiqamah dan komitmen terhadap agamanya, serta dapat membentuk satu keluarga dan komunitas masyarakat yang Islamy, yaitu masyarakat yang terbina dan berjalan di atas manhaj dan jalan yang lurus dan benar.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Terhadap golongan yang demikian Allah Ta’ala telah memberikan khabar gembira dan janji yang agung. Sebagaimana yang termaktub di dalam
surat an-Nahl ayat 97, Allah Ta’ala berfirman:


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:"Barangsiapa yang beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dan dia (dalam keadaan) beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia). dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (di akhirat kelak)" (Q.S an-Nahl: 97).
Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalhah, Ikrimah dan Wahab bin Munabbih dan selainnya dari kalangan Shahabat radhiyallahu ‘anhum pernah menuturkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya ketika memberikan penjelasan terhadap ayat tersebut, bahwa yang dimaksud dengan kehidupan yang baik di dunia adalah Allah akan memberikan rizki yang halal dan baik, timbulnya rasa qana'ah (perasaan cukup) dengan apa yang telah Allah anugerahkan dan karuniakan, serta mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dalamnya.
Dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah memberikan penegasan sebagaimana yang termaktub dalam hadits riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


إن الله لايظلم مؤمنا حسنة يعطى بها في الدنيا، ويجزى بها في الآخرة. وأما الكافر فيطعم بحسنات ما عمل لله تعالى في الدنيا حتي إذا أفضى إلى الآخرة لم يكن له حسنة يجزى بها

”Sesungguhnya Allah tidak akan mendhalimi kebaikan seorang mukmin, dengan kebaikan itu ia akan diberi rizki di dunia dan diberi balasan diakhirat. Adapun orang kafir maka dengan kebaikan-kebaikan amal yang ia kerjakan karena Allah, ia diberi rizki di dunia, sehingga ketika ia memasuki akhirat ia tidak memiliki satu kebaikan yang harus dibalasnya karenanya.” (HR. Muslim).
Dengan demikian seorang mukmin yang senantiasa berada di atas tuntunan Allah dan Rasul-Nya Shallallaahu 'alaihi wasallam dia akan mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat yang abadi. Sebaliknya bagi orang kafir dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka, meskipun di dunia juga Allah berikan kenikmatan, namun di akherat kelak ia akan mendapatkan kehidupan yang sempit. Sebagaimana firman-Nya,


وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

”Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. 20:124)

Demikianlah janji-janji Allah Ta’ala dan bentuk ancaman dan peringatan-Nya, agar kita selalu hati-hati dan mawas diri sehingga Allah tidak murka dan menimpahkan segala bentuk cobaan dan musibah karena disebabkan perbuatan kita sendiri.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Berkaitan dengan permalahan rizki yang telah Allah Ta’ala tentukan dan anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, maka ada beberapa hal yang harus menjadi keyakinan seorang muslim, diantaranya:
Manakala aqidah ahlus sunnah wal jama’ah telah menyakini bahwa diantara sifat fi’liyah yang dimiliki Allah Subhaanahu wa ta'ala dan menujukkan kesempurnaan rububiyah-Nya adalah Allah Ta’ala sebagai Dzat satu-satunya Pemberi Rizki kepada setiap makhluk, Dia sendiri yang telah menentukannya sesuai dengan kadar masing-masing sejak 50 ribu tahun sebelum bumi diciptakan, kemudian ketentuan ini ditulis oleh malaikat sejak manusia berada di dalam kandungan ibunya pada 40 hari ke 4, sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh sebuah hadit riwayat Imam Muslim, maka termasuk konsekwensi iman terhadap qadha dan qadar Allah Ta'ala bagi setiap muslim dalam masalah ini adalah, dia harus menyakini bahwa segala bentuk rizki, baik yang datang dari langit maupun buminya, dalam bentuk harta dan anak, rumah, perkebunan, sehat dan tentram telah Allah tentukan bagi setiap hamba-Nya, bahkan kepada binatang melata pun telah Allah Ta’ala berikan bagiannya. Allah Ta'ala berfirman,


وَمَامِن دَآبَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. 11:6)
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,


إن نفسا لن تموت حتي تستكمل رزقها ، فاتقوا الله وأجملوا في الطلب

"Sesungguhnya seseorang tidak akan meninggal dunia sampai ia sudah meraih seluruh bagian rizkinya, maka bertaqwalah kepada Allah dan lakukan cara yang baik dalam mencari rizki." (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani)

Dengan demikian setiap kebaikan dan setiap bentuk dan kadar rizki setiap makhluk telah Allah tentukan, tidak ada seorang pun yang memiliki kewenangan untuk menolak dan menahannya, sebagaimana tak ada seorangpun yang dapat merubah ketentuan tersebut. Sebagaiman yang demikian telah merusak keyakinan sebagian kaum muslimin, sehingga mereka terjerumus dalam sekian bentuk kesyirikan, mereka mendatangi tukang ramal, mencari hari baik dan mujur, mengarahkan bangunan rumah-rumah mereka ke arah tertentu bahkan melakukan dan mengadakan ritual-ritual tertentu dengan keyakinan agar mendapatkan rizki yang banyak. Na’udzubillahi min dzalik.

Ma'asyiral Muslimin Jama'ah Shalat Jum'ah Rahimakumullah

Di antara keyakinan yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam masalah rizki juga, bahwa Allah Ta'ala telah membagi dan memberikan keutamaan sebagian orang terhadap lainnya berkaitan dengan rizki dan yang demikian tidak ada hubungannya sama sekali dengan nasab dan keturunan, warna kulit, kedudukan, kehormatan, kepandaian, bahkan keta'atan dan kemaksiatan seseorang. Namun Allah Ta'ala memberikan nikmatnya kepada seluruh makhluknya untuk suatu hikmah dan tujuan yang Allah ketahui dan kehendaki.
Sehingga dengan demikian ada sebagian di antara manusia yang mendapatkan harta yang cukup

Artikel : ALSOFWAH.OR.IDMENGAPA PENDIDIKAN ITU PENTING?
Kamis, 13 Desember 07


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.



Khutbah yang Pertama

Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,

Kami mengajak kepada semua jama’ah, marilah kita swmua meningkatkan tekwa kepada Allah subhanahu wata’ala. Bekal takwa inilah yang akan menyelamatkan kita dari siksa neraka. Karena tidak ada yang akan selamat dari neraka, kecuali orang-orang yang bertakwa.
Firman Allah Ta’ala, artinya,

“Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 72)

Kaum muslimin yang berbahagia,

Islam, agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak keturunannya. Dari istri-istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam beragama. Sehingga islam menjadi kuat dan musuh merasa gentar. Demikianlah, ibu memiliki peran yan dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.

Perhatian Islam lainnya yang terkait dan ikut berpengaruh dengan pendidikan anak, yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh pada anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.

Ketegasan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,



مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي اْلمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukannya bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam shahih Sunan Abi Dawud. No. 466).

Perintah mengajarkan shalat, berarti juga mencakup hal-hal berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, thaharah, dan kewajiban shalat berjama’ah di masjid, sehingga anak bisa lebih dekat dan akrab dengan kaum Muslimin.

Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk memukul, jika anak malas dan enggan melakukan shalat. Tetapi hendaklah diperhatikan, pukulan tersebut dalam batas-batas tarbiyah (pendidikan), dengan syarat bukan pukulan yang membahayakan, dan bukan pula pukulan mainan, sehingga tidak ada pengaruh apapun. Di antara tujuannya, supaya anak merasakan hukuman bila ia melakukan kemaksiatan meninggalkan shalat.

Namun kita lihat pada masa ini, pukulan, sebagai salah satu wasilah dalam tarbiyah, banyak ditinggalkan para orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenarnya harus diwujudkan dengan pemberian pendidikan. Dan salah satunya dengan dipukul saat anak melakukan perbuatan maksiat.

Rasulullah juga memerintahkan para orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, ialah untuk menghindari fitnah syahwat.

Oleh karena itu, jika orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya saat mereka tidur, lalu bagaimana saat mereka keluar dari rumah dan bergaul dengan masyarakat? Maka tentu orang tua memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi. Orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya, menjauhkannya dari teman dan pergaulan yang buruk lagi menyesatkan. Karena tarbiyah tidak hanya ketika berada di rumah saja, namun juga ketika anak-anak berada di luar rumah. Sebagai orang tua harus mengetahui tempat dan dengan siapa anak-anaknya bergaul. Ingatlah, orang tua adalah pemimpin, ia akan diminta tanggung-jawabnya.



ُكلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang yang kalian pimpin.” (Muttafaqun ‘alaih).

Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,

Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan, khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum Muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,



إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أََوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya, memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik ketika masih hidup maupun sesudah meninggal dunia. Ketika orang tua masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan qurrata a’yun (penyejuk hati). Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar, dan bershadaqah untuk orang tua mereka.

Sebaliknya, betapa
malang orang tua yang anaknya tidak shalih dan ia durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa memberi manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun saat sudah meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya, kecuali hanya kerugian dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi, jika para orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan atau tarbiyah anak-anaknya.

Salah satu contoh dalam tarbiyah yang benar, yaitu hendaklah para orang tua bersikap adil terhadap semua anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita,



فَاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ

“Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuatlah adil kepada anak-anakmu.” (HR. Imam al-Bukhari).

Pernah terjadi, ketika salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-anaknya, kemudian ia menghadap kepada Rasulullah supaya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi saksi. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah semua anakmu engkau beri seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak,” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Carilah saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi dalam keburukan. Bukankah akan bisa membahagiakanmu, apabila engkau memberikan sesuatu yang sama?” Dia menjawab, “Ya,” maka kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka lakukanlah!”

Kaum Muslimin yang berbahagia,

Anehnya ada sebagian orang tua, manakala dinasehati tentang tarbiyah anak, justru melakukan sanggahan. Orang tua ini mengatakan bahwa kebaikan ada di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan-Nya. Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman ta’ala, artinya,
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. Al-Qashash: 56)

Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajibannya dalam tarbiyah, maka hidayah berada di tangan Allah subhanahu wata’ala. sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kapada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,



كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari)

Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peran orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud sosok kepribadian seorang anak.

Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas kebenaran dan kabaikan. Karena semua yang kita lakukan atas diri anak, akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ



[Khutbah Kedua]

Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Perhatian terhadap anak merupakan perkara yang teramat penting dan pertanggungjawaban yang besar di hadapan Allah. Oleh karena itu, para manusia terbaik, yaitu para Nabi senantiasa mendoakan kebaikan untuk diri dan anak keturunan mereka.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a,

“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Ash-Shaffat: 100)

“Ya Rabb kami jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah) di antara anak-cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 128).

Nabi Zakaria ’alaihissalamberdo’a,

“Di sanalah Zakaria berdoa kepada Rabbnya seraya berkata, “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar do’a.” (QS. Ali ‘Imran: 38).

Begitu juga dengan para salaf pendahulu kita, mereka berdoa,

“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan: 74).

Demikianlah para Nabi, meskipun memiliki kedudukan dan dekat dengan Allah subhanahu wata’ala, mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh harap, memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar dianugerahi keturunan yang shalih dan shalihah, maka bagaimana dengan kita? Tentunya, kita tergerak dan lebih bersemangat melakukannya.

Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan pendidikan kepada anak-anak kita dengan berlandaskan agama yang shahih dan lurus.



اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.



[P] (diambil dari majalah as-Sunnah, edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M)

27 Februari 08


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Khutbah yang Pertama

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!

Marilah kita senantiasa meningkatkan mutu keimanan dan kualitas ketaqwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan cara senantiasa menjalankan setiap perintah Allah dan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam dan berusaha semaksimal mungkin menjauhi dan meninggalkan setiap bentuk larangan-Nya dan larangan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bentuk konsekwensi mahabbah dan kecintaan kepada keduanya. Selalu berharap surga dan merasa takut terhadap adzab dan siksa-Nya. Kita senantiasa interopeksi diri dan muhasabah (interopeksi) terhadap amalan yang telah kita lakukan. Dengan itu kita akan memiliki perhitungan dan tolak ukur yang jelas, sudahkah diantara kita telah membekali diri dengan bekal yang baik untuk menghadapi perhitungan Allah subhanahu wata’ala di saat tidak akan ada lagi pertolongan melainkan pertolongan-Nya. Dan pada saat itu harta dan anak keturunan seseorang tidak akan berharga di sisi-Nya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَصَاحِبَتِهِ وَبَنِيه لِكُلِّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ يَوْمَئِذٍ شَأْنٌ ُيُغْنِيه

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya, Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 37)

. يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (الشعراء: 88-89)

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. asy-Syu’ara: 88-89)

Semoga kita yang hadir di majelis ini termasuk orang-orang yang akan mendapatkan pertolongan, perlindungan dan penjagaan dari Allah subhaanahu wata’ala. Baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Pada hekekatnya manusia dihadapan Allah ta’ala akan selalu berada dalam dua keadaan dan kondisi yang saling bertolak belakang, ada di antara mereka yang mukmin dan ada yang kafir, ada di antara mereka yang memiliki kecondongan berbuat kebaikan dan sebaliknya ada yang memiliki kecondongan berbuat maksiat, ada di antara mereka yang dapat memberikan manfaat kepada orang lain dan ada yang justru sebaliknya, selalu melakukan kejahatan dan kedzaliman tersaudara saudaranya sesama muslim.
Allah Ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dia-lah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. at-Taghabun: 02)

Demikianlah di hadapan manusia akan selalu ada dua kondisi ini. Kebaikan dan kejelekan, keselamatan dan kebinasaan, jalannya orang-orang mukmin dan jalannya orang-orang tidak mu’min, maka barangsiapa yang ingin melihat apakah dia berada di antara dua kondisi ini, maka seharusnya dia melihat perkataan dan perbuatannya.

Hanya saja jalan manusia menuju akhirat hanyalah satu. Sedangkan jalan yang berbelok-belok, bercabang dan penuh dengan kesesatan begitu banyaknya, di mana tak satu pun dari jalan tersebut kecuali padanya terdapat setan yang menyeru kepadanya.
Sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah membuat garis lurus dan membuat garis-garis di kanan kirinya, yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Imam Ahmad bersumber dari Ibnu Mas’ud, beliau selanjutnya membaca firman Allah Ta’ala,

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَالِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. al-An’am: 153)

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Jika kita perhatikan dan kita cermati secara seksama apa yang terjadi dan dilakukan oleh mayoritas kaum muslimin, semakin hari kondisi mereka semakin memprihatinkan, mereka nampak telah kehilangan jati dirinya. Hal ini membuat kita prihatin dan selalu wamas diri agar kita tidak termasuk dari golongan mereka yang telah melampaui batas.

Sekian bentuk kesyirikan, kedhaliman, kejahatan, kemaksiatan dengan segala coraknya selalu kita temui dan lihat di sekitar kita. Diantara kaum muslimin sudah tidak bisa lagi menghargai nyawa seseorang, tidak bisa menghargai harta orang lain, dan bahkan tidak bisa menghargai kehormatan manusia, padahal itu semua telah dilindungi oleh Islam. Itu semua terjadi karena mereka telah meninggalkan agama yang hanif ini, menuruti hawa nafsu dan terpedaya, tertipu oleh gemerlapnya kehidupan dunia. Bagaimana tidak, seorang wanita melahirkan anak tanpa diketahui siapa suaminya, seorang anak lahir tanpa diketahui siapa bapaknya, seorang bapak tega-teganya menzinai anaknya, aborsi terjadi di mana-mana, pergaulan lawan jenis dan perselingkuhan serta segala bentuk perzinahan menjadi pemandangan yang wajar dan tidak tabu, di tambah lagi segala bentuk tayangan media masa baik cetak mapun elektronik ikut melengkapi kerusakan ini dengan dalih seni dan melindungi hak asasi manusia.

Padahal 14 abad silam, Islam telah datang dengan ketentuan dan aturan sehingga kehidupan manusia bisa seimbang dan aman.
Allah Ta’ala berfirman,

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

”Itulah larangang Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” (QS. al-Baqarah: 187)

Ma'asyiral Muslimin, ini semua terjadi karena kebanyakan kaum muslimin telah diperbudak oleh hawa nafsunya dan terpedaya dengan tipu daya iblis laknatullahi ‘alaihi.
Allah Ta’ala berfirman,

وَمَآأُبَرِّئُ نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَارَحِمَ رَبِّي إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yusuf: 53)

قَالَ رَبِّ بِمَآ أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis berkata:"Ya Rabbku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (QS. al-Hijr: 39)

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“Iblis menjawab:"Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan merreka semuanya, (QS. 38:82) kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.” (QS. Shad: 82-83)
Rasulullah bersabda,

إن الشيطان قعد لابن آدم بأطرقه ( رواه أحمد في مسنده)

“Sesungguhnya syetan selalu berupaya menggoda anak cucu Adam dengan segala cara.” (HR. Ahmad di dalam musnadnya)

Demikianlah fitnah syahwat dan tipu daya iblis telah menjerumuskan manusia sehingga keluar dari tuntunan Allah dan Rasul-Nya dari sejak kejadian Nabi Adam alaihis salam hingga akhir zaman nanti dengan segala bentuk cara.

Maka seharusnya kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian umat terdahulu. Umat Nabi Nuh yang Allah telah tengelamkan, kaum Nabi Hud yang telah Allah hancurkan, kaum Tsamud yang telah Allah timpahkan gempa bumi, kaum Nabi Luth, yang telah hancurkan berantakan, negeri Fir’aun yang telah adzab dengan angin kencang, Allah kirimkan darah, belalang, dan katak Mereka semua telah Allah adzab dalam bentuk yang bermacam-macam karena sebab kemasiatan yang telah mereka lakukan.

Allah Ta’ala telah memberikan peringatan,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَعْتَدُوهَا وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللهِ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (QS. al-Baqarah: 187)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ


Khutbah yang kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وبعد,

Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah!!
Marilah kita menengok ke belakang bagaimana para as-Salafus Shalih, sebagai generasi terbaik setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, bersikap dalam menyikapi kemaksyiatan dan dosa yang mungkin akan menimpa kepada siapa saja.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shahih, diceritakan sebagian para sahabat meneteskan air mata, manakala mengingat akhir hayatnya, ditanyakan kepadanya kenapa sampai demikian, salah seorang diantara mereka menjawab: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda,

إن الله تعالي قبض خلقه قبضتين، فقال: هؤلاء في الجنة وهؤلاء في النار، ولا أدري في أي القبضتين كنت؟

“Sesunggunya Allah Ta’ala menggenggam penciptaannya dalam dua genggaman,lalu beliau bersabda, diantara mereka berada di surga dan diantara mereka yang lain di neraka, dan aku tidak tahu aku akan berada dalam genggaman yang mana.”
Hudzaifah bin Yaman berkata,

كان الناس يسألون رسول الله عن الخير وكنت أسأله عن الشر مخافة أن يدركني

"Dahulu para sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya tentang kejelekan karena khawatir akan menimpaku" (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik mengatakan,

إنكم لتعملون أعمالا هي أدق في أعينكم من الشعر إن كن لنعدها على عهد رسول الله من الموبقات يعني المهلكات

"Sungguh kalian akan melakukan sebuah amalan yang kalian sangka lebih ringan dari sehelai rambut, padahal kami pada zaman Rasulullah menganggapnya sebagai amalan yang membinasakan.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Ibn Mas'ud mengatakan,

إن المؤمن يري ذنوبه كأنه قاعد تحت جبل يخاف أن يقع عليه، وإن الفاجر يري ذنوبه كذباب مر على أنفه

“Sesungguhnya seorang mu'min melihat (menyikapi) dosanya seolah-olah dia sedang duduk di bawah sebuah gunung yang akan nyaris menimpanya. Dan sesungguhnya orang fajir melihat dosanya ibarat lalat yang hinggap di hidungnya, sekali kibas ia akan terbang." (HR. al-Bukhari dan Tirmidzi)

Bilal bin Sa'id pernah berkata, "Janganlah engkau melihat kecilnya dosa, akan tetapi lihatlah siapa yang engkau maksiati."

Demikianlah keutamaan mereka para salafus shaleh, selalu khawatir dan was-was terhadap kemaksiatan, dosa dan akhir hayat kehidupannya, tentunya kita yang hadir di majlis yang mulia ini lebih dari itu, disebabkan dosa-dosa dan kemaksiatan yang senantiasa kita lakukan. Namun demikian yang ada justru sebaliknya, kita selalu merasa aman dengan makar Allah Subhaanahu wa Taala, merasa aman dari adzabnya padahal Allah Subhaanahu wa Taala berfirman,

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلاَيَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 99)

al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan, “Sesungguhnya perbuatan dosa, maksiat dan kecondongan kepada hawa nafsu, pengaruhnya akan mendominasi pelakunya ketika menjelang kematian dan syaithan akan menguatkannya, maka berkumpul padanya dua kekalahan dengan lemahnya keimanan, sehingga dia akan terjatuh pada akhir hidup yang tidak baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah bagi orang yang beriman untuk berhati-hati atas keterikatan dan ketergantungan dengan sesuatu yang terlarang. Selayaknya hati, lisan dan anggota tubuhnya selalu mengingat Allah Ta’ala, dan menjaga diri supaya selalu dalam ketaatan kepada-Nya dalam kondisi dan situasi apapun. Iman seseorang akan bertambah dengan ketaatan dan akan berkurang dengan kemaksiatan.

Maka mulai detik ini marilah kita bertaubat kepada Allah . Kembali ke jalan yang diridhai-Nya dan janganlah kita menjadi orang-orang yang menyesal dikemudian hari sebagaimana yang telah termaktub di dalam firman-Nya,

وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَاكُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ

"Dan mereka berkata: Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan peringatan itu niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala."(QS. Al-Mulk: 10)

Akhirnya semoga kita termasuk orang-orang yang bertaqwa dengan mengamalkan setiap perintah dan menjauhi segala larangannya, menjauhi segala bentuk maksiat atau dosa baik yang kecil atau yang besar. .

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.


Postingan populer dari blog ini